STUDI PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO NO. 513/PDT.P/2023/PA.BJN TENTANG PENOLAKAN DISPENSASI KAWIN

Fenomena dispensasi kawin di Bojonegoro setiap tahunya mengalami peningkatan hal ini disebabkan dari beberapa faktor yakni kedekatan antara calon, sudah berhubungan layaknya suami istri, sudah hamil bahkan sudah melahirkan. Terdapat Studi kasus yang menarik perhatian yaitu penetapan No. 513/Pdt.P/2023/PA.Bjn yang berkaitan dengan penolakan dispensasi kawin. Terdapat urgensi dimana anak pemohon telah menjalin hubungan asmara selama setahun dengan kekasihnya. Kekhawatiran akan pelanggaran terhadap norma-norma agama mendorong orang tua untuk mengajukan dispensasi kawin. Dispensasi kawin yaitu kelonggaran yang diberikan oleh pengadilan kepada calon suami isteri yang belum mencapai batas umur agar dapat melangsungkan perkawinan. Permohonan dispensasi kawin bersifat voluntair yang di dalamnya tidak terdapat sengketa, produk yang di keluarkan berbentuk penetapan.
Penelitian ini dilakukan guna menjawab pertanyaan: Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro dalam penetapan perkara dispensasi kawin No. 513/Pdt.P/2023/PA.Bjn dan Bagaimana pandangan hokum Islam terhadap perkara tersebut. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pertimbangan perkara No. 513/Pdt.P/2023/PA.Bjn dan bagaimana pandangan hukum Islam dalam perkara tersebut.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Peneliti menggunakan studi lapangan (Field research) yang dilakukan langsung di Pengadilan Agama Bojonegoro. Responden dalam hal ini adalah Drs. Aunur Rofiq, M.H selaku hakim tunggal yang menetapkan perkara dispensasi kawin No. 513/Pdt.P/2023/PA.Bjn.
Hasil penelitian dapat dibagi menjadi 2: Pertama, Pertimbangan hakim dalam perkara No. 513/Pdt.P/2023/PA.Bjn menetapkan menolak permohonan para pemohon dengan menimbang usia anak para pemohon masih terlalu dini jauh dari usia ideal yang di tetapkan dalam undang-undang yakni 19 tahun. Jika ditinjau dari aspek psikologis, penetapan hakim kurang sesuai seperti halnya terdapat dalam teori Elizabeth B. Hurlock yang dimana tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Kedua, tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan hakim dalam perkara No. 513/Pdt.P/2023/PA.Bjn kurang tepat bahkan Al-Qur'an dan hadis tidak menyebutkan dalil yang secara jelas mengaturnya. Dalam fikih, tolak ukur sudah mencapai usia baligh sedangkan kedua calon mempelai sudah mencapai usia baligh. Bahkan, Ukasyah Athibi menjelaskan bahwasanya seseorang dianggap sudah layak untuk menikah jika sudah dapat dan cukup dari segi finansial. Dalam permohonan tersebut, anak para pemohon keduanya sudah bekerja, yang berarti mereka sudah siap dan mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga.